Bidang Peningkatan Kualitas Akademik

Bidang Peningkatan Kualitas Akademik


SMAN 93

Thursday, March 17, 2011

"Mau dibawa ke mana dan apa indikator keberhasilannya, sehingga tidak jelas apa yang diperkuat, diperkaya, dikembangkan, dan diperdalam dalam SBI," ucap Retno

"Sekolah-sekolah Publik Makin Komersil!"

JAKARTA, KOMPAS.com - Di saat Kementrian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) dan pejabat pemerintah kabupaten/kota di bidang pendidikan berkumpul dalam Rembuk Nasional Pendidikan untuk membahas kinerja ke depan Kemdiknas, para aktivis pendidikan dan organisasi pendidikan juga berkumpul dalam sebuah seminar di Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (16/3/2011). Di sini mereka mengkritisi soal tetap dijalankannya Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) oleh Kemdiknas.

Sejumlah aktivis pendidikan tersebut antara lain Utomo Dananjaya (Direktur Intitute for Education Reform Universitas Paramadina), Ade Irawan (Indonesia Corruption Watch/ICW), Retno Listyarti (Forum Musyawarah Guru Jakarta/FMGJ), serta tokoh-tokoh dari Koalisi Pendidikan, dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Hadir juga dalam seminar itu anggota Komisi E DPRD DKI, Jhony Simanjuntak.

Para aktivis dan pemerhati pendidikan tersebut menyatakan, RSBI telah menghambat tujuan pendidikan nasional. Pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan tidak akan terwujud selama RSBI/SBI terus dijalankan oleh Pemerintah karena dinilai banyak kelemahan.

Retno Listyarti misalnya, mengatakan bahwa grand design RSBI/SBI sangat tidak jelas.

"Mau dibawa ke mana dan apa indikator keberhasilannya, sehingga tidak jelas apa yang diperkuat, diperkaya, dikembangkan, dan diperdalam dalam SBI," ucap Retno.

Ia mengungkapkan, Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school). Selain itu, RSBI juga menjauhkan peserta didik dari akar budaya bangsanya.

Retno menambahkan, pendidikan nasional seharusnya justru mengakar dari budaya bangsanya sendiri. Proses pendidikan semestinya tidak hanya untuk mempertajam pikiran, namun juga memperhalus perasaan peserta didik, sehingga proses pembelajaran dapat menanamkan nilai-nilai humanisme, pluralisme, multikultur, antikorupsi, dan sebagainya, sementara RSBI justeru menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan.

"Sekolah-sekolah publik kini menjadi sangat komersial. Komersialisasi pendidikan inilah yang harus kita lawan, karena hanya anak orang kaya yang bisa sekolah di SBI. Diskriminasi dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan tekanan psikologis pada peserta didik," tambahnya.

Sementara itu, menurut Ade Irawan dari ICW, RSBI juga rawan korupsi. Tetapi, sampai saat ini pelakunya tidak pernah ditindak.

Ade menyatakan, korupsi pendidikan tidak pernah diusut, apalagi ditindak. Pengawasan atas penggunaan uang masyarakat melalui komite sekolah maupun dana APBD dan APBN di sekolah-sekolah sangat longgar.
"Praktik korupsi di sekolah-sekolah jika dikumpulkan dari seluruh sekolah di Indonesia dapat saja jumlahnya mencapai triliunan rupiah," tegasnya.


No comments:

Post a Comment