Bidang Peningkatan Kualitas Akademik

Bidang Peningkatan Kualitas Akademik


SMAN 93

Sunday, July 31, 2011

Pramuka Jangan Diwajibkan

Ester Lince Napitupulu/KOMPAS












Jambore Pramuka Dunia di Swedia dibuka
KRISTIANSTAD, KOMPAS.com - Berkembangnya pendidikan pramuka di seluruh dunia utamanya karena ada kesukarelaan. Karena itu, pendidikan pramuka jangan diwajibkan bagi semua anak-anak sekolah karena hasilnya tidak maksimal.
Pramuka itu dasarnya adalah kesukarelaan. Memang tidak semua anak harus jadi Pramuka. Tetapi semangat kepramukaan harus ada dalam diri setiap anak.
-- Azrul Azwar
Hal itu dikatakan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar di sela-sela kunjungan ke lokasi perkemahan kontingen Indonesia di Jambore Pramuka Dunia yang berlokasi di Bumi Perkemahan Rinkaby, Kristianstad, Kamis (29/7/2011).
Sebanyak 133 anggota pramuka Indonesia berusia 14-18 tahun ikut ambil bagian dalam jambore pramuka dunia ke-22 yang berlangsung hingga 7 Agustus mendatang.
"Pendidikan pramuka bagi anak-anak sekolah itu jangan wajib atau dipaksakan bagi semua anak. Kebijakan seperti ini yang membuat pendidikan Pramuka di sekolah gagal. Sebab, Pramuka itu dasarnya adalah kesukarelaan. Memang tidak semua anak harus jadi Pramuka. Tetapi semangat kepramukaan harus ada dalam diri setiap anak," kata Azrul.

Menurut Azrul, pembenahan utama untuk menghidupkan dan mengembangkan pendidikan pramuka dengan memperbaiki gugus depan di sekolah-sekolah. Pembina pramuka benar-benar dibekali dengan kemampuan dan kreativitas menyelenggarakan pendidikan pramuka yang menyenangkan dan menanamkan nilai-nilai serta keterampilan hidup.

Azrul mengungkapkan upaya-upaya untuk memperkuat gerakan pramuka di Indonesia, terutama di sekolah-sekolah. Pembina pramuka akan dilatih secara intensif dan mendapat sertifikasi yang diperbaharui lima tahun sekali.

Selain itu, perlu pengorganisasian yang kuat pada gugus depan di sekolah serta pemberian alat-alat Pramuka. Komite sekolah dan orang tua juga perlu dilibatkan untuk sama-sama memahami pentingnya pendidikan Pramuka untuk emmbentuk generasi muda Indonesia yang mandiri, cinta damai, dan melakukan kebaikan-kebaikan bagi sesama.

Hal lain yang penting, kata Azrul, dukungan pendanaan pendidikan Pramuka di sekolah diharpkan bisa juga diambil dari dana bantuan operasional sekolah. Pendidikan pramuka mesti dijalankan dengan tujuan yang murni, bukan karena adanya proyek nasional pendidikan karakter semata yang saat ini digandrungi pemerintah.

Azrul menekankan supaya gerakan pramuka Indonesia dijauhkan dari intervensi politik untuk kepentingan sesaat. Sebab, kepramukaan yang sejati sesungguhnya dapat membentuk karakter yang luar biasa dalam diri tiap individu. (Ester Lince Napitupulu, wartawati KOMPAS melaporkan dari Kristianstad, Swedia)


http://edukasi.kompas.com/read/2011/07/29/15500374/Pramuka.Jangan.Diwajibkan

Wednesday, July 13, 2011

Your Mother Was Right: Good Posture Makes You Tougher

ScienceDaily (July 12, 2011) — Mothers have been telling their children to stop slouching for ages. It turns out that mom was onto something and that poor posture not only makes a bad impression, but can actually make you physically weaker. According to a study by Scott Wiltermuth, assistant professor of management organization at the USC Marshall School of Business, and Vanessa K. Bohns, postdoctoral fellow at the J.L. Rotman School of Management at the University of Toronto, adopting dominant versus submissive postures actually decreases your sensitivity to pain.

The study, "It Hurts When I Do This (or You Do That)" published in theJournal of Experimental Social Psychology, found that by simply adopting more dominant poses, people feel more powerful, in control and able to tolerate more distress. Out of the individuals studied, those who used the most dominant posture were able to comfortably handle more pain than those assigned a more neutral or submissive stance.

Wiltermuth and Bohns also expanded on previous research that shows the posture of a person with whom you interact will affect your pose and behavior. In this case, Wiltermuth and Bohns found that those adopting submissive pose in response to their partner's dominant pose showed a lower threshold for pain.

Fake it until you make it
While most people will crawl up into a ball when they are in pain, Bohn's and Wiltermuth's research suggests that one should do the opposite. In fact, their research suggests that curling up into a ball may make the experience more painful because it will make you feel like you have no control over your circumstances, which may in turn intensify your anticipation of the pain. Instead, try sitting or standing up straight, pushing your chest out and expanding your body. These behaviors can help create a sense of power and control that may in turn make the procedure more tolerable. Based on previous research, adopting a powerful, expansive posture rather than constricting your body, may also lead to elevated testosterone, which is associated with increased pain tolerance, and decreased cortisol, which may make the experience less stressful.

Keeping Your Chin Up Might Really Work to Manage Emotional Pain
While prior research shows that individuals have used pain relievers to address emotional pain, it is possible that assuming dominant postures may make remembering a breakup or some distressing emotional event less painful.

Caregivers Need to Let Go
Caregivers often try to baby those for whom they are caring to help make things easier and alleviate stress. In doing this, they force those they are caring for in a more submissive position -- and thus, according to this new research, possibly render their patients more susceptible to experiencing pain. Rather, this research suggests that caregivers take a more submissive position and surrender control to those who are about to undergo a painful procedure to lessen the intensity of the pain 


Pendidikan Karakter (Character Building)

JAKARTA, KOMPAS.com — Pada era globalisasi, persaingan dalam segala bidang, termasuk dalam dunia kerja, semakin ketat sehingga diperlukan strategi jitu untuk memenangkannya. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sikap kreatif dan inovatif disertai karakter yang baik oleh institusi pendidikan.

Demikian diungkapkan Rektor Universitas Bina Nusantara Prof Harjanto Prabowo dalam diskusi "Strategi Memenangkan Persaingan Global dalam Dunia Kerja" di kampus Binus, Selasa (12/7/2011). Menurut dia, pembentukan sikap kreatif, inovatif, dan karakter seseorang sangat dipengaruhi banyak faktor, di antaranya lingkungan, keluarga, serta pendidikan.

Harjanto mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia pun mulai berupaya memperbaiki kualitas pendidikan dengan berbagai cara, seperti pendidikan gratis untuk enam tahun masa pendidikan dasar, peningkatan gaji guru, serta pemberian bantuan biaya operasional sekolah.

Namun, upaya tersebut masih perlu ditingkatkan mengingat kualitas pendidikan di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal itu dapat dilihat dari data peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), UNESCO, Indonesia menempati urutan ke-111 dari 172 negara (2011), ke-109 (1999), dan ke-99 (1997).

"Perlu upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan swasta dalam sistem pendidikan. Karena kami tidak hanya akan mencetak manusia-manusia pintar, tetapi juga manusia yang memiliki karakter yang baik, inovatif, dan kreatif sehingga mampu bersaing dengan negara lainnya," ujar Harjanto.
"Prestasi akademik yang gemilang dan tingkat intelektual yang tinggi tanpa disertai karakter yang baik tidak menjamin manusia tersebut berhasil di tengah masyarakat," katanya.

Melihat urgensi tersebut, lanjut Harjanto, Binus sejak enam tahun lalu berusaha fokus terhadap terhadap pendidikan karakter. Binus memasukkan pendidikan karakter ke dalam mata kuliah yang diterapkan dalam 26 program studi. Selain masuk ke dalam kurikulum, pendidikan karakter juga diterapkan dalam program corporate social responsibility (CSR) melalui Teach for Indonesia (TFI).
"Program ini juga melibatkan para mahasiswa dari berbagai program untuk menjadi sukarelawan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan," tuturnya.

Saat ini, TFI sudah bekerja sama dengan beberapa institusi dan terbuka bagi masyarakat dan institusi yang ingin ikut serta dalam berbagai kegiatan. Harjanto mengatakan, selama ini pembentukan karakter yang diterapkan di seluruh program studi tersebut meliputi employability skill yang termasuk di dalamnya tentang religi, serta entrepreneur skill dan nasionalisme

"Masuk ke dunia luar tidak cukup hanya dengan hard skill. Kami menyadari, persaingan dalam segala bidang semakin ketat dan untuk dapat memenangkannya perlu mengembangkan sikap kreatif dan inovatif disertai dengan karakter yang baik," kata Harjanto. 


SIMAK-UI 3 Juli 2011

Seleksi Masuk (SIMAK) Univ. Indonesia adalah pola seleksi yang tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi. SIMAK-UI adalah seleksi masuk untuk jenjang program S1 Regular, Vokasi (D3), S1 Paralel dan S1 Kelas Khusus Internasional (KKI), S2, S3, Profesi dan Spesialis secara bersamaan. Dalam upaya pemerataan kesempatan belajar di UI, maka SIMAK-UI dilaksanakan secara serentak, sehingga siswa atau siapapun yang ingin masuk UI dapat mengikuti seleksi di beberapa lokasi kota terdekat dengan tempat tinggalnya (Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, Pekanbaru, Makassar, Samarinda), tanpa harus datang ke Depok. Untuk TA 2011/2012, mengikuti Permendiknas  34/2010, maka SIMAK-UI direncanakan tanggal 3 JULI 2011.


SIMAK-UI BUKAN jalur MANDIRI,dan UI tidak memiliki jalur Mandiri. Untuk Jenjang S1 Reguler, Biaya Pendidikannya sama jika diterima melalui jalur masuk lainnya seperti jalur PPKB (PMDK), SNMPTN dan Prestasi. Besarnya Biaya Pendidikan di S1 Regular adalah BERKEADILAN, bergantung kemampuan orangtua/wali.


Pendaftaran secara online 3-25 Juni 2011.
Prosedur Pendaftaran (klik)
Dengan sekali ujian SIMAK-UI, siswa SMA/Sederajat dapat memilih S1 Reguler, Vokasi (D3), S1 Paralel, atau S1 Kelas Khusus Internasional (KKI).
Sedangkan bagi pendaftar jenjang Pascsarjana (S2, S3, Profesi dan Spesialis) hanya dapat memilih 1 program studi.
S1 Reguler
Komponen Biaya Pendidikan (BP) yaitu BOP persemester yang besarnya MIN Rp 100.000,- hingga MAX Rp 5.000.000,- kelompok PS IPS dan MAX Rp 7.500.000,- kelompok PS IPA tergantung pada kemampuan orangtua/wali, dimana tidak ada lagi biaya SKS, biaya praktikum dan biaya tambahan lainnya.
Komponen BP lainnya adalah Uang Pangkal yang dibayarkan sekali pada saat masuk (bisa dicicil) yang besarnya NOL hingga MAX Rp 5jt, 10jt atau 25jt (tergantung pada fakultasnya). Nilai Uang Pangkal sangat bergantung pada kemampuan orangtua/wali.
Biaya Pendidikan S1 Regular bila tidak mampu akan ditentukan, setelah siswa diterima seleksi. BERKEADILAN berdasarkan dokumen yang menunjukkan ketidakmampuan orangtua/wali membayar biaya pendidikan maksimal.
Berbeda dengan SNMPTN yang hanya menerima siswa yang mengikuti Ujian Nasional (UN), SIMAK-UI menerima siswa yang tidak mengikuti UN namun memiliki ijazah A level atau IB Diploma.
Daftar program studi S1 Reguler dapat dilihat 
disini.

Vokasi (D3)
Program Vokasi adalah program pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga yang dapat menetapkan keahlian dan ketrampilan di bidangnya, siap kerja dan mampu bersaing secara global. Program ini membuka kesempatan bagi lulusan SMA/Sederajat (tanpa batasan usia dan tahun lulusan) yang ingin melanjutkan pendidikan dengan kurikulum berbasis keahlian profesi. Biaya pendidikan di program Vokasi telah mendapat subsidi Universitas, namun tidak ada BOP-Berkeadilan.
Daftar program studi Vokasi (D3) dapat dilihat disini.

S1 Paralel
Program S1 Pararel diadakan untuk membuka kesempatan bagi lulusan SMA/Sederajat (tanpa batasan usia dan tahun lulusan) yang ingin melanjutkan pendidikan dengan kurikulum berbasis keilmuan. Kurikulum, fasilitas maupun tenaga pengajar sama dengan program pendidikan lainnya di UI. Biaya pendidikan S1 Paralel tetap mendapat subsidi Universitas, namun tidak ada BOP-Berkeadilan.
Daftar program studi S1 paralel dapat dilihat disini.

S1 Kelas Khusus Internasional (KKI)
Adalah program pendidikan yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar perkuliahan. Program ini diselenggarakan oleh Universitas Indonesia atas dasar adanya kerjasama antara Universitas Indonesia dengan mitra Perguruan Tinggi di luar negeri yang memiliki reputasi internasional dan telah memperoleh akreditasi di negaranya.
-          Gelar Tunggal, adalah program KKI yang memiliki kurikulum khusus dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan atau pengalaman magang di universitas mitra di Luar Negeri selama beberapa bulan. Mahasiswa hanya akan memperoleh gelar kesarjanaan dari UI.
-          Gelar Ganda, adalah program KKI yang memiliki kurikulum khusus dengan memberi kesempatan mahasiswa untuk menempuh studi di UI dan di Universitas Mitra UI dengan skema masa studi di universitas mitra di Luar Negeri selama 2-4 semester. Mahasiswa akan memperoleh gelar kesarjanaan dari UI dan dari Universitas Mitra UI sekaligus.
Daftar program studi KKI dapat dilihat disini.

Materi Ujian
Materi yang diujikan tergantung kelompok ujian program studi yang dipilih oleh peserta. Lihat kelompok ujian program studi, dengan meng-klik tulisan program pendidikan berikut: Vokasi (D3), S1 Reguler, S1 Paralel, danS1 Kelas Khusus Internasional

Kelompok Ujian:
Kelompok IPA = Kemampuan Dasar + Kemampuan IPA
Kelompok IPS = Kemampuan Dasar + Kemampuan IPS
Kelompok IPC = Kemampuan Dasar + Kemampuan IPA + Kemampuan IPS

Materi Ujian:
·         Kemampuan Dasar terdiri dari: Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris
·         Kemampuan IPA terdiri dari: Matematika IPA, Fisika, Kimia, Biologi, IPA terpadu
·         Kemampuan IPS terdiri dari: Sejarah, Ekonomi, Geografi, IPS terpadu