Bidang Peningkatan Kualitas Akademik

Bidang Peningkatan Kualitas Akademik


SMAN 93

Tuesday, April 19, 2011

PGRI: Semoga Ini UN Terakhir....



Siswa tengah mengerjakan soal-soal Ujian Nasional hari pertama di SMU Negeri 70, Jakarta, Senin (18/4/2011). Ujian yang menjadi prasyarat kelulusan ini akan berlangsung hingga 21 April 2011.



JAKARTA, KOMPAS.com — Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGRI) berharap ujian nasional (UN) yang dilaksanakan tahun ini akan menjadi UN terakhir. Untuk selanjutnya, PGRI berharap ada perubahan sistem yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional.

Demikian disampaikan Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan PGRI M Abdul Zen di Jakarta, Senin (18/4/2011).

"Pro-kontra soal UN tidak pernah reda sejak dimulai pada 2004. Kami (PGRI) berharap penyelenggaraan UN akan berakhir tahun ini, dan mulai 2012 sudah bisa dimulai sistem baru untuk penilaian kelulusan," kata Abdul.

Pelaksanaan UN, kata Abdul, sudah bertentangan dengan putusan pengadilan kelas satu hingga putusan MA yang menyatakan sistem UN melanggar hak anak.

"Tetapi, yang lebih menjadi penekanan PGRI adalah bahwa pelaksanaan UN mengabaikan prinsip-prinsip pedagogis yang menekankan pendidikan secara menyeluruh dalam mengembangkan potensi peserta didik," kata Zen.

Penetapan hasil UN sebagai acuan utama kelulusan, lanjut Zen, akan berdampak buruk pada mutu SDM Indonesia ke depan. Pasalnya, rangkaian proses pengajaran yang ada saat ini cenderung hanya sekadar melatih keterampilan untuk menjawab soal ujian.

Menurutnya, model ujian yang ada saat ini harus dievaluasi demi mengubah citra pendidikan sebagai persiapan lulus UN. Pihaknya, sebagai guru, lanjut Zen, berada dalam posisi dilematis menghadapi sistem saat ini.
"Kami berada di level paling ujung dalam birokrasi pendidikan. Di satu sisi, kami harus menghadapi tekanan dari atas terkait persentase kelulusan, di sisi lain, guru harus berupaya memberikan dasar keilmuan yang memadai bagi siswa," terang Zen.

Hal itu mengakibatkan munculnya tekanan tersendiri bagi para guru setiap menjelang pelaksanaan UN.
Secara terpisah, Aris Merdeka Sirait, Ketua Komnas Anak, menegaskan, penyelenggaraan UN juga menyalahi Pasal 58 UU Sisdiknas. Yang dimaksud bentuk evaluasi akhir pendidikan dalam pasal tersebut, menurut Sirait, lebih menekankan pada sisi mutu peserta didik.
"Bukan pada grade (nilai) 5,5 yang menentukan kelulusan," tukas Sirait.
Ia pun berharap pelaksanaan yang ada saat ini bisa segera dievaluasi.


5.814 Siswa Dilarang Ikut UN Susulan


RODERICK ADRIAN MOZES/KOMPAS IMAGESSiswa menjalani UN di SMA Negeri 24, Jalan Lapangan Tembak, Jakarta, Senin (18/4/2011).








JAKARTA, KOMPAS.com - Pada pelaksanaan hari pertama ujian nasional (UN) tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat, Senin (18/4/2011) kemarin, rupanya ada 5.814 siswa dinyatakan tidak hadir. Ketidakhadiran siswa tersebut tak disertai alasan jelas.
Mereka siswa ini kan tanpa keterangan. Jadi, tidak bisa ikut ujian susulan.
-- Agus Suradika
Terkait hal itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menegaskan tidak akan mengizinkan para siswa tersebut mengikuti UN susulan.

"Mereka (siswa) ini kan tanpa keterangan. Jadi, tidak bisa ikut ujian susulan," ungkap Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Agus Suradika, Selasa (19/4/2011), saat dihubungi wartawan.

Agus menjelaskan, pelarangan dilakukan bagi siswa yang tidak memberikan alasan dengan jelas. Pelarangan itu juga berlaku untuk siswa terlambat tapi memberikan keterangan.

Seharusnya, lanjut Agus, keterangan tidak mengikuti UN dilakukan sebelum UN hari pertama selesai dilakukan. Namun, siswa yang tidak mengikuti UN tetapi memberikan keterangan sebelum UN selesai tetap berhak mengikuti UN susulan.

Tercatat, saat ini ada sebanyak 224 siswa diperbolehkan mengikuti UN susulan. Para siswa ini tidak mengikuti UN lantaran beberapa alasan, seperti keterangan sakit dan sebagian memberi keterangan karena ada urusan keluarga yang tidak dapat ditinggalkan.

"Ujian susulan dilaksanakan pada 25 -28 April 2011," tutur Agus.

Adapun berdasarkan data Disdik DKI Jakarta, jumlah siswa peserta UN mencapai 122.497 siswa. Namun, hanya 116.459 siswa yang mengikutinya. Jumlah siswa hadir mengikuti UN tahun ini di DKI Jakarta sebanyak 99,81 persen.

http://edukasi.kompas.com/read/2011/04/19/12204089/5.814.Siswa.Dilarang.Ikut.UN.Susulan

Tuesday, April 12, 2011

Komnas HAM Usulkan Sistem SKS untuk Gantikan UN

Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan penerapan sistem kredit semester (SKS) di sekolah untuk menggantikan evaluasi tahunan Ujian Nasional (UN). Sebab, dengan SKS diharapkan penilaian anak didik lebih adil, rasional dan manusiawi.

"Harus diubah secara menyeluruh. Pakai saja sistem kuliah, pakai sistem kredit. Sejak awal, murid sudah diajarkan memilih bukan indoktrinasi," kata anggota Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak saat meluncurkan Posko Pengaduan Ujian Nasional (UN) di Komnas HAM, Jl Latuharhari, Jakarta Pusat, Selasa (12/4/2011).

"Dalam praktek UN kita melihat banyak momen pelanggaran HAM. Ini membesar dan berlarut-larut tidak diselesaikan. 3 Mata pelajaran yang diujikan di UN, tidak mencerminkan kecerdasan anak. Sangat tidak adil dan rasional," terang Johny.

Menurut Johny, dalam kacamata HAM, UN melanggar hak asasi anak untuk berkembang. Selain itu terdapat proses diskriminasi antara sekolah yang di kota dengan sekolah di pelosok pulau dan mengukur keduanya dengan alat ukur yang sama.

"Dalam kasus hak asasi itu masuk hak untuk berkembang. Hak untuk berkembang menjadi terkurangi.
Ada proses dikriminasi yang berbeda-beda dari daerah. Mendiskriminasikan orang," tutur Johny.

"Kedua, hak atas rasa aman. Yang mau ujian tidak aman lagi. Banyak yang beredar, ujian kayak gini kayak begitu. Ketidaksiapan anak membuat rasa aman hilang. Hasilnya, terdapat praktik tidak baik, seperti adanya ketidakjujuran yang ditanamkan kepada anak seperti bocoran soal untuk lulus. Itu kan menanamkan sikap yang tidak baik," jelasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Agung juga berpendapat serupa. Menurut putusan MA yang menguatkan vonis PN Jakarta Pusat, pengadilan menilai Presiden, Wapres, Mendiknas dan Badan Standar Nasional Pendidikan telah melanggar HAM. Vonis MA yang bernomor register 2596 K/PDT/2008 meminta
pemerintah membuat pemerataan pendidikan terlebih dahulu sebelum diadakan UN kembali.


http://www.detiknews.com/read/2011/04/12/150116/1614524/10/komnas-ham-usulkan-sistem-sks-untuk-gantikan-un